BOOK REVIEW: ISTANBUL – RETNI SB



Judul              : Istanbul
Penulis           : Retni SB
Editor             : Septi WS
Sampul           : Teguh
Penata Isi       : Tim Desain Broccoli
Penerbit         : Grasindo
Tebal               : 248 Halaman
Cetakan          : Agustus 2016
ISBN               : 978-602-375-617-9

---
Hanis telah jatuh cinta dengan Istanbul sejak sebelum mengunjunginya. Bahkan, Hanis menjadikan Istanbul sebagai tempat honeymoon-nya dengan Edhu, tunangannya. Namun, rencana pernikahan Hanis dan Edhu batal hanya satu hari sebelum hari H. Istanbul pun menjadi ingatan tentang luka.

Akan tetapi, Hanis tetap mengunjungi Istanbul bersama adik dan sahabatnya. Ia ingin menghadapi langsung luka hatinya. Ternyata Istanbul bukan hanya tentang luka. Ketika di sana Hanis menemukan banyak hal, kisah-kisah, dan juga sebuah nama. Garu.
---
Sama seperti sampul novel seri A Love Story : City lainnya, sampul novel Istanbul didominasi warna kuning dengan tulisan Istanbul.

Novel ini mengangkat cerita tentang Hanis seorang  wanita dengan usaha online shop yang berasal dari keluarga broken home. Hanis tinggal dengan mama, adik perempuan ( Irsa), dan kakak laki-laki (Banu). Diceritakan bahwa Hanis adalah tokoh yang cukup kesepian karena masalah perceraian orang tua yang membuat semua keluarganya berubah.
Mamanya menjadi orang yang gila kerja, adiknya  menjadi pemurung, dan kakaknya memilih menyibukkan diri di luar rumah. Namun, di sisi lain Hanis memiliki sahabat (Unay) yang menjadi tempat mecurahkan hatinya dan seorang pacar yang sudah berhubungan 3 tahun (Edhu).

Hanis meyakinkan diri untuk meminta Edhu menikahinya karena ia pikir dengan begitu ia dapat menguatkan hati dan menciptakan kehangatan lagi di keluarganya. Namun Edhu menolak dengan alasan dalam waktu dekat ia belum ingin menikah dan ingin fokus pada pekerjaan.

Lambat laun Hanis semakin dekat dengan teman Edhu (Andri), Edhu yang merasa cemburu melihat kedekatan mereka segera meminta Hanis untuk menikah dengannya saja. Pernikahan mulai dipersiapkan, Hanis melihat kehangatan keluarganya mulai muncul lagi. H-1 pernikahan Hanis mendapat telepon yang mengejutkan dari Edhu, ia membatalkan pernikahan mereka. 
Hati Hanis hancur, ia benar-benar terpuruk.

Hanis hampir lupa dengan rencana honeymoonnya ke Istanbul jika tidak diingatkan Unay. Unay berinisiaif untuk  mengajak Hanis dan Irsa  berlibur ke Istanbul, agar Hanis bisa menenangkan pikiran sekaligus  mengobati  patah hatinya. Akankah Hanis bisa benar-benar melupakan Edhu? Bagaimana dengan luka hatinya?
---

Bagian awal cerita membuat saya ingin terus membacanya, dengan gaya bahasa yang ringan Mbak Retni  dapat menyampaikan inti setiap cerita mudah untuk dipahami. Ada banyak pemikiran yang membuat pembaca manggut-manggut sendiri saat membacanya dan juga gambaran masyarakat yang sesuai dengan kondisi sebenarnya.  Mbak Retni tahu betul bagaimana membuat pembaca merasa adiktif pada ceritanya.

Dengan setting tempat di Bandung dan Istanbul, dimana di Istanbul dijelaskan lebih detail tentang spot wisata yang bisa dikunjungi (lumayan bisa nambah referensi spot wisataJ) . Saya seperti ikut tur keliling Istanbul  dan yang tak kalah menggoda banyak makanan khas Istanbul yang bisa dicicipi.

Tokoh favorit saya disina adalah Garu. Bagaimana sifat dingin dan tatapan tajamnya bisa membuat orang yang baru mengenalnya selalu salah menilai. Sosok misterius dan sifat unpredictable Garu yang berhasil membuat penasaran.


Dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga Mbak Retni bisa menceritakan bagaimana perjalanan seseorang dalam menghapus kesedihan. Pesan yang dapat saya tangkap dari novel  ini adalah untuk menemukan kebahagiaan ataupun menghapus kesedihan semuanya butuh proses, harus ada langkah yang berani untuk mengambil keputusan, dan yang penting keyakinan akan momentum itu pasti akan datang, tinggal bagaimana kita menghadapinya.

Beberapa kutipan:
Perempuan, jika sudah tersakiti hatinya, memang akan mampu melakukan apa saja. Dia dapat menjadikan lukanya sebagai energi dalam menghadapi dunia. Amarah dalam dada dapat menjadi api bagi semangatnya. Cibiran dan tatapan iba dari orang lain justru dapat dijadikannya baju zirah bagi kerapuhan. (hal 2)
Sudahlah. Abaikan. Jangan dianggap penting. Jangan beri mereka panggung. (hal 57)
Jadi, benar kata orang, makanan adalah obat paling mujarab bagi jiwa-jiwa yang tersiksa. (hal 58)
Kenapa orang-orang tak bisa membiarkan sebuah peristiwa buruk segera lenyap dari keseharian? Kenapa harus selalu diingatkan?Kenapa gemar menaburkan garam di atas luka-lukanya? Kenapa dia tak dibiarkan menata kembali hidupnya dengan tenang?(hal 60)
Tentu saja, siapa yang tak bangga memiliki negeri indah dengan banyak jejak peninggalan sejarah? (hal 115)
Hidup adalah sebuah penjelajahan, dengan pernikahan sebagai bahtera dan cinta sebagai bahan bakar. Dalam perjalannanya akan dijumpai banyak kejadian, kesadaran, keyakinan, ketangguhan, kepasrahan, selain juga keraguan, ketidakpastian, dan mungkin juga kegagalan... yang tak mudah diprediksi sejak awal. Tapi, bukankah memang demikian hakikat kehidupan? (hal 244)
---
Rating 8/10

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Unsur Novel "Maryamah Karpov" karya Andrea Hirata

Teks Ulasan Film Merry Riana "Meraih Sejuta Dollar Bersama Merry Riana"